Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Iran Tertekan, Parlemen Panggil Presiden Rouhani

Presiden Iran Hassan Rouhani berada dalam tekanan setelah dipanggil oleh Parlemen Iran untuk menjelaskan kondisi ekonomi negara Timur Tengah tersebut.
Presiden Iran Hassan Rouhani dalam sebuah konferensi pers di Wina, Austria, Rabu (4/7)./Reuters-Lisi Niesner
Presiden Iran Hassan Rouhani dalam sebuah konferensi pers di Wina, Austria, Rabu (4/7)./Reuters-Lisi Niesner

Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Iran Hassan Rouhani berada dalam tekanan setelah dipanggil oleh Parlemen Iran untuk menjelaskan kondisi ekonomi negara Timur Tengah tersebut.
 
Parlemen bertanya mengapa pemerintah tidak mengadopsi reformasi di sektor finansial dan foreign exchange serta mengapa bank-bank Iran masih kesulitan mendapat akses ke layanan finansial global meski sudah dua tahun berlalu sejak kesepakatan nuklir damai tercapai.
 
Di hadapan parlemen, Rouhani menyatakan permasalahan ekonomi Iran terjadi karena AS menjatuhkan sanksi kepada Teheran. Ini merupakan kali pertama dia dipanggil oleh parlemen.
 
"Saya ingin meyakinkan rakyat Iran bahwa kita tidak akan membiarkan rencana AS melawan Iran berhasil," ujar Rouhani seperti dilansir dari Reuters, Selasa (28/8/2018).
 
Dia juga menegaskan tidak takut dengan AS maupun berbagai masalah ekonomi yang sedang mendera. Rouhani berjanji bakal mengatasi masalah yang ada. 
 
Washington telah menjatuhkan sejumlah sanksi baru kepada Iran, yang mencakup sanksi atas perdagangan emas dan logam berharga lainnya, pembelian dolar AS, serta industri otomotif. Presiden AS Donald Trump sudah menyampaikan bakal memberikan sanksi lainnya, yang menyasar pada penjualan minyak Iran, pada November 2018.
 
Sanksi tersebut merupakan aksi lanjutan setelah AS keluar dari perjanjian nuklir damai antara Iran dengan negara-negara adidaya. Trump mengklaim berbagai upaya yang telah dilakukan Iran dalam hal program nuklirnya belum cukup meyakinkan dan ingin menerapkan klausul tambahan. 

Dalam perjanjian nuklir damai itu, Iran setuju untuk menyesuaikan program nuklirnya dengan kompensasi mendapatkan akses ekonomi yang lebih terbuka dari pasar global.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit
Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper