Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan Harga Acuan Tak Efektif Kendalikan Harga Pangan

Kendati inflasi harga pangan terpantau melandai dalam setahun terakhir, kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan acuan harga pangan pemerintah dinilai belum tepat sasaran.
Menjelang Natal dan pergantian tahun, harga bahan pokok di pasar tradisional di Balikpapan mulai naik./Bisnis.com-Fariz Fadhillah
Menjelang Natal dan pergantian tahun, harga bahan pokok di pasar tradisional di Balikpapan mulai naik./Bisnis.com-Fariz Fadhillah

Bisnis.com, JAKARTA — Kendati inflasi harga pangan terpantau melandai dalam setahun terakhir, kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan acuan harga pangan pemerintah dinilai belum tepat sasaran.

Analis pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Kudhori mengatakan, hingga saat ini masih terjadi gejolak harga pada sejumlah komoditas pangan yang harga acuannya diatur pemerintah. Misalnya pada komoditas telur dan daging ayam, serta cabai merah keriting.

“Coba lihat tabel harga di Pusat Informasi Harga Pangan Stategis [PIHPS] Nasional. Harga-harga yang ditetapkan itu tidak tepat sasaran. Inflasi rendah, tetapi harga stabil tinggi," ucapnya, Kamis (23/8).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi bahan makanan pada Juli 2018 mencapai 0,86%, turun dari bulan sebelumnya pada level 0,88%. Padahal, inflasi nasional pada Juli hanya 0,28%, turun dari bulan sebelumnya pada level 0,59%.

Komoditas yang memberi andil terbesar terhadap inflasi bahan makanan a.l. telur ayam ras sebesar 0,08%, daging ayam ras 0,07%, cabai rawit 0,03%, kacang panjang 0,02%, serta beberapa produk hortikultura seperti bayam, jeruk, dan tomat 0,01%.  

Kudhori menyebut, komoditas pangan memberikan sumbangan terbesar terhadap garis kemiskinan. Indonesia memiliki banyak penduduk miskin, yang 70% lebih pendapatannya dialokasikan hanya untuk membeli bahan pangan. Itu berarti, instabilitas harga pangan akan sangat memengaruhi daya beli masyarakat.

Untuk itu, Direktur Centor of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal memperingatkan agar pemerintah lebih berhati-hati terhadap isu harga pangan, karena akan langsung memengaruhi 40% masyarakat berpenghasilan rendah.

“Secara politis, isu stabilitas harga pangan memang sangat sensitif, karena masyarakat kelas bawah yang lebih terdampak,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, inflasi bahan makanan pasca-Lebaran yang tampak melandai lebih disebabkan oleh impor barang konsumsi—termasuk bahan pangan—yang tinggi, alih-alih dampak efektif dari kebijakan harga acuan yang ditetapkan Kementerian Perdagangan.

Dengan demikian, Faisal menyarankan agar pemerintah tidak hanya sekadar mengendalikan harga melalui kebijakan harga acuan, tetapi turut mengendalikan permasalahan pasokan pangan. Sehingga, upaya stabilitas harga pangan tidak membuat Indonesia menjadi tergantung pada negara lain.

Berdasarkan data BPS Januari—Juli 2018, realisasi impor komoditas pangan a.l. bawang putih 216.870 ribu ton, susu 117.130 ton, gandum-ganduman 7,32 juta ton, gula dan kermbang gula 2,92 juta ton, buah-buahan 388.460 ton, daging hewan 102.340 ton, sayuran 414.590 ton, dan beras 1,12 juta ton (oleh Bulog).

Sementara itu, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri menilai  pemerintah harus memperbaiki koordinasi antarkementerian. Pasalnya, setiap instansi memiliki data dan kebijakan berbeda-beda dalam pengelolaan produksi, stok, dan harga pangan.

"Masih kurang koordinasi, kurang komunikasi, tidak sinkron dan tindakan yang diambil tidak memiliki tujuan yang sama, khususnya Kementerian Pertanian, yang punya banyak program yang tidak bermanfaat," ucapnya.

Kendati demikian, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan Ninuk Rahayuningrum mengklaim pemerintah sudah berhasil dalam pengendalian harga pangan, yang tercermin dari landainya inflasi bahan makanan.

"Inflasi harga pangan kalau dilihat dari tahun-tahun sebelumnya itu sudah jauh lebih landai, dan sebenarnya tidak logis lagi untuk dipolitisasi," katanya.

Dia menjelaskan, otoritas perdagangan sudah menjalankan seluruh tugas dengan optimal, yakni dalam penetapan harga, pengelolaan stok dan logistik, dan pengelolaan ekspor dan impor.

Selain itu, sebutnya, strategi Kementerian Perdagangan dalam upaya stabilisasi harga pangan sudah jauh lebih efektif dengan makin luas dan eratnya komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper