Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Indonesia Kerek Suku Bunga Acuan Jadi 5,50%

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo berbicara saat konferensi pers, di Jakarta, Jumat (29/6/2018)./Reuters-Willy Kurniawan
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo berbicara saat konferensi pers, di Jakarta, Jumat (29/6/2018)./Reuters-Willy Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14-15 Agustus 2018 memutuskan untuk menaikan BI 7-day Reverse Repo Rate 25 bps menjadi level 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility 6,25%, berlaku efektif sejak 15 Agustus 2018. 

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman.

"BI menghargai dan mendukung langkah konkret pemerintah untuk menurunkan defisit transaksi berjalan dengan mendorong ekspor, menekan impor termasuk menunda proyek infrastruktur yang memiliki kandungan impor yang tinggi," ungkap Perry.

Ke depan, Perry menegaskan bank sentral akan mencermati ekonomi domestik dan global untuk memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan. 

Hal ini didukung dengan memperkuat konvergensi pasar uang antarbank overnignt. Ini dijalankan demi memperkuat transmisi kebijakan moneter, mempercepat pendalaman pasar kuangan salah satunya Indonia yang akan melahirkan acuan OIS dan IRS sehingga mendukung struktrur pasar uang menjadi lebih efisien. 

Di pasar valas BI meningkatkan swap valas (fx swap) di mana BI menyediakan dalam rangka operasi moneter dan hegding untuk mendapatkan tingkat harga yang lebih murah. 

"Kebijakan ini juga diarahkan untuk  stabilitas keuangan, khususnya rupiah, serta menjaga manajamen likuditas dan intermediasi perbankan koordinasi dengan pemerintah," ujar Perry, Rabu (15/8).

Menurut Perry, RDG kali ini diwarnai oleh perkembangan dari pasar global a.l kondisi ekonomi di Turki. Kondisi ketidakstabilan ekonomi Turki disebabkan oleh kerentanan ekonomi domestiknya, persepsi negatif atas otoritas pemerintah, dan menengangnya hubungan AS dan Turki. 

Namun, BI meyakini ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat untuk menghadapi rambatan dampak ketidakstabilan di Turki. Ketahanan ekonomi Indonesia ini didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inflasi yang terkendali serta aspek sektor keuangan lainnya. 


 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper