Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPINI: Konsistensi Menekan Angka Kemiskinan, Stabilisasi Harga Sembako Jadi Kunci

Komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan (GK) adalah beras. Sementara itu, menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras juga bukan persoalan mudah.  Namun, hal itu harus di lakukan agar masyarakat miskin berkurang.
Perkembangan angka kemiskinan Indonesia 2011-2016. / Bisnis
Perkembangan angka kemiskinan Indonesia 2011-2016. / Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Bloomberg merilis bahwa sepanjang tahun ini nilai tukar rupiah berada pada titik terendah pada 16 Juli 2018. Rupiah bertengger di level Rp14.375 per dolar AS. Selama rentang lima tahun, ini merupakan depresiasi terendah kedua dibandingkan 25 September 2015 lalu (Rp14.646).

Akhir-akhir ini nilai tukar rupiah memang ‘senang’ berfluktuasi. Seringkali pasar dilanda ketidakpastian. Neraca perdagangan Indonesia pun lebih sering tertekan. Namun hal ini tidak menyurutkan pasar dan industri untuk terus memacu kinerja. Pasar maupun konsumen tetap menunjukkan optimisme.

Bank Indonesia memprediksi bahwa ekonomi triwulan II/2018 tumbuh mencapai 5,2% (year on year), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (5,06%). Konsumen sebagai salah satu pendorong ekonomi Indonesia pun optimistis bahwa ekonomi triwulan II/2018 bisa meningkat.

Survei Keyakinan Konsumen yang dilakukan BI pun menunjukkan adanya peningkatan indeks keyakinan konsumen. Optimisme pelaku pasar dan konsumen tentunya merupakan sentimen positif bagi perekonomian.

Di tengah ketidakpastian nilai tukar, ini adalah hal yang menggembirakan.

Kabar positif lainnya adalah rilis angka kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS), masih di 16 Juli 2018. Pertama kalinya tingkat kemiskinan Indonesia berada pada level satu digit. Tingkat kemiskinan di Tanah Air pada kondisi Maret 2018 mencapai 9,82%. Jika boleh dibilang, inilah kemiskinan terendah sepanjang sejarah negeri ini. Series data menunjukkan tingkat kemiskinan nasional selalu di atas 10%.

Bila ditilik lagi, kemiskinan tahun 2018 jauh lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama pada 2008, yaitu 15,42%. Jumlah penduduk miskin kala itu mencapai 34,96 juta orang. Tentunya penurunan cukup signifikan jika melihat kondisi saat ini.

Demikian halnya jika dibandingkan kondisi semester lalu (September 2017) maupun tahun lalu (Maret 2017). Potret kemiskinan nasional membaik. Penduduk miskin di Indonesia berkurang sebanyak 1,82 juta orang jika dibandingkan setahun lalu. Pada Maret 2017 jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 27,77 juta orang dan berkurang menjadi 25,95 juta orang pada Maret 2018.

Dari angka tersebut diketahui pula bahwa sebagian besar penduduk miskin masih tersebar di perdesaan. Angka kemiskinan di perkotaan mencapai 10,14 juta orang, sedangkan di perdesaan mencapai 15,81 juta orang. Namun, penurunannya ternyata lebih banyak di perdesaan.

Selama periode September 2017 hingga Maret 2018, jumlah penduduk miskin di perkotaan turun 128.200 orang. Adapun di perdesaan turun sebesar 505.000 orang. Artinya, tingkat kemiskinan di perkotaan turun dari 7,26% menjadi 7,02%. Sementara di perdesaan turun dari 13,47% menjadi 13,20%. Penurunan yang cukup menggembirakan.

Disisi lain, berbicara masalah tingkat kemiskinan ternyata tidak hanya menyoal jumlah dan persentase. Kita perlu mengetahui bagaimana dimensi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan tersebut. Selain itu tentu saja bagaimana tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat yang terjadi.

Indeks kedalaman kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Adapun indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.

Selama periode Maret 2017–Maret 2018 maupun September 2017–Maret 2018, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada September 2017 adalah 1,79 dan pada Maret 2018 turun menjadi 1,71. Demikian juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan, pada periode yang sama mengalami penurunan dari 0,46 menjadi 0,44.

Penurunan kemiskinan disinyalir disebabkan oleh beberapa faktor seperti inflasi yang cukup terkendali, pendapatan masyarakat meningkat, serta adanya bantuan pemerintah. Sepanjang September 2017–Maret 2018 tingkat inflasi terkendali, yaitu berada pada level 1,92%.

Rata-rata pengeluaran per kapita rumah tangga sebagai proxy pendapatan menunjukkan pertumbuhan, terutama di kelompok pengeluaran 40% lapisan terbawah. Penyaluran berbagai bantuan dari pemerintah selama triwulan I/2018 pun dapat tersalurkan tepat jadwal.

Jangan Kembali Miskin

Dengan demikian turunnya tingkat kemiskinan rasanya perlu disikapi secara positif. Hal-hal mendasar yang bisa menjadikan kelompok yang ‘tidak miskin’ atau ‘rentan miskin’ kembali masuk ke kelompok ‘miskin’ harus menjadi perhatian bersama. Harus diakui mengawal masalah ini tidak mudah. Bukan hanya menjadi tugas pemerintah tetapi perlu partisipasi aktif semua pihak.

BPS mencatat pada Maret 2018 bahwa komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan (GK), baik di perkotaan maupun di perdesaan, pada umumnya hampir sama. Sumbangan terbesar berasal dari komoditas beras.

Beras memberi sumbangan sebesar 20,95% di perkotaan dan 26,79% di perdesaan. Selanjutnya rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK yaitu 11,07% di perkotaan dan 10,21% di perdesaan. Komoditas lainnya yang sumbangannya cukup besar adalah telur ayam ras yakni 4,09% di perkotaan dan 3,28% di perdesaan, disusul daging ayam ras (3,55% di perkotaan dan 2,08% di perdesaan).

Menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras juga bukan persoalan mudah. Kita memahami bahwa selalu saja muncul polemik ketika harga beras menjulang tinggi dan keran impor dibuka untuknya. Apalagi masih hangat dirasakan bagaimana harga telur dan daging ayam kian meroket di pasar.

Sulit dan mahalnya pakan ayam disinyalir sebagai penyebab semakin mahalnya kedua komoditas tersebut. Mayoritas pakan masih harus diimpor. Lagi-lagi, fluktuasi nilai tukar rupiah memberi andil.

Oleh karena itu berbagai lini perlu bergerak bersama. Sekali lagi, perlu partisipasi aktif. Butuh sinergitas yang solid dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Intinya adalah memantau, mengantisipasi dan mengawal setiap perubahan pada komoditas-komoditas penyumbang garis kemiskinan. Juga menjaga pola konsumsi komoditas di level rumah tangga.

Mari bekerja bersama. Jangan sampai turunnya kemiskinan hanya sebuah eforia sesaat.

*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Jumat (3/8/2018)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper