Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Telur Mahal, KPPU Medan Endus Indikasi Kartel oleh Asosiasi

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Perwakilan Medan menemukan indikasi praktik kartel dalam perdagangan telur dan daging ayam, khususnya dalam penentuan harga, di Sumatra Utara.
Pedagang telur di pasar tradisional./JIBI-Dedi Gunawan
Pedagang telur di pasar tradisional./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, MEDAN – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Perwakilan Medan menemukan indikasi praktik kartel dalam perdagangan telur dan daging ayam, khususnya dalam penentuan harga, di Sumatra Utara.

Kepala Kantor KPPU Medan Ramli Simanjuntak menyatakan indikasi tersebut terungkap dari hasil pemantauan lapangan yang dilakukan ke beberapa pelaku usaha peternakan ayam petelur.

Itu sebabnya, Jumat (27/7/2018) kemarin, KPPU Medan mengumpulkan sejumlah pengusaha pakan dan telur di Sumut serta perwakilan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut dan Bank Indonesia untuk melakukan focus group discussion.

KPPU mendapatkan informasi terkait perkumpulan pengusaha ternak dan pakan yang rutin melakukan pertemuan untuk membahas soal harga.

“Ketika kami lakukan penelitian ke lapangan dan berkunjung ke peternak telur ayam, mereka bilang ada asosiasi dan itu sering ngumpul, bahwa mereka yang mengatur soal harganya, itu yang sedang kami cari tahu,” katanya usai pertemuan.

Dalam paparannya saat FGC, Ramli menyatakan indikasi tindakan kartel diduga dilakukan di tingkat asosiasi peternak dan perusahaan pakan.

Dugaan tersebut mengerucut pada tiga asosiasi besar, yakni integrator Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) untuk dugaan kawin pakan (DOC dan pakan), dugaan pembentukan harga PS (parent stock) dan dugaan pembentukan harga DOC (day old chick) atau bibit ayam.

Selain itu, ada juga indikasi kartel pakan yang diduga dilakukan oleh Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) dan dugaan kartel livebird oleh Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia).

“Asosiasi tidak menguasai pasar mayoritas, tapi perilakunya. Indikasi asosiasi itu berperilaku kartel adalah dia mengumpulkan para anggotanya, saling berkoordinasi mau menaikkan harga atau pasokan atau koordinasi untuk bagi-bagi pasar supaya tidak saling ‘membunuh’. Kalau perilaku seperti demikian, itu masuk kategori kartel,” katanya.

Lebih lanjut, Ramli menjelaskan, dugaan tersebut semakin menguat karena dalam sidak pekan lalu pihaknya mendapati harga di beberapa kandang yang didatangi sama-sama Rp1.400 per butir. Adapun di sejumlah pasar, harganya juga sama-sama di level Rp1.800 per butir.

Selain asosiasi, KPPU juga menduga adanya indikasi kartel harga telur ayam di level agen pakan maupun telur. KPPU akan menindaklanjuti FGD tersebut dengan mengumpulkan bukti dan menginvestigasi terkait agen perusahaan pakan dan telur.

“Akan kami cek lebih detail, apakah perilaku agen-agen ini yang menyebabkan kenaikan harga? Jika sudah terbukti, kami akan membawa kasus ini ke tingkat penyidikan,” ungkapnya.

Sebagai informasi, harga telur ayam di Medan dan kota lain di Sumut terus menanjak sejak momen Lebaran. Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Sumut mencatat harga telur ayam di sejumlah pasar di Medan berkisar Rp25.600 per kg.

Kenaikan harga telur disebabkan beberapa faktor. Dari sisi permintaan, terjadi peningkatan, terutama dari Pulau Jawa dan Jakarta yang membuat pelaku usaha telur di Sumut memilih menjual ke luar provinsi.

Dari sisi pasokan, ada penurunan akibat regenerasi ayam petelur yang rendah karena harga telur yang sempat turun membuat peternak layer tidak melakukan chick-in. Selain itu, kenaikan harga daging saat Idulfitri membuat peternak tertarik melakukan afkir dini pada ayam petelur yang masih produktif.

Faktor lainnya, biaya produksi juga sedikit meningkat karena efek fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar sehingga menaikkan harga bahan baku yang mayoritas impor.

“Tapi semua pengusaha anggota FGD mengakui efek kenaikan dollar tersebut tidak terlalu signifikan karena harga pakan itu naik hanya sekitar Rp100 – Rp200 per kg, selain itu mereka juga kan sudah menyetok bahan dan mengimpor sekali dalam 2-3 bulan, jadi sebenarnya bukan karena kurs,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper