Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Mamin Skala Besar Siap Adopsi Making Indonesia 4.0

Pelaku usaha industri makanan dan minuman di Tanah Air berskala besar dinilai sudah siap mengadopsi Making Indonesia 4.0.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kanan) bersama anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih (kiri) mengunjungi pabrik Coca-Cola di Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (27/7/2018)./Antara- Wira Suryantala
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kanan) bersama anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih (kiri) mengunjungi pabrik Coca-Cola di Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (27/7/2018)./Antara- Wira Suryantala

Bisnis.com, DENPASAR – Pelaku usaha industri makanan dan minuman di Tanah Air berskala besar dinilai sudah siap mengadopsi Making Indonesia 4.0, tetapi apabila dilihat secara keseluruhan, sebagian besar pelaku usaha sektor ini belum siap.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan sebagian dari pelaku usaha makanan dan minuman (mamin) sebenarnya sudah siap tetapi ingin mengadopsi secara bertahap karena terkait dengan inovasi.

Oleh karena itu, pihaknya terus mendorong industri nasional untuk mendukung program ekonomi berkelanjutan, sebagai bagian langkah strategis menerapkan peta jalan Making Indonesia 4.0.

“Salah satu dari 10 prioritas nasional di dalam inisiatif Making Indonesia 4.0 adalah mengakomodasi standar-standar keberlanjutan,” jelasnya ketika meninjau pabrik PT Coca-Cola Indonesia di Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, pada Jumat (27/7/2018).

Dia menegaskan industri makanan dan minuman menjadi salah satu prioritas dalam implementasi industri 4.0. Airlangga mencontohkan salah satu pelaku yang siap adalah Coca-Cola Amatil Indonesia, terbukti dengan tingkat efisiensinya sudah mendekati 98%.

Salah satu dari 10 prioritas nasional di dalam inisiatif Making Indonesia 4.0 adalah mengakomodasi standar-standar keberlanjutan

Menurutnya, Indonesia tengah melihat konsep ekonomi keberlanjutan sebagai peluang untuk meningkatkan pertumbuhan dan daya saing sektor manufaktur. Upaya yang dilakukan, misalnya, melalui pelestarian lingkungan serta peggunaan teknologi bersih, biokimia, dan energi terbarukan.

“Oleh karenanya, pemerintah akan berusaha memenuhi persyaratan keberlanjutan pada masa mendatang, dengan membangun iklim usaha yang kondusif melalui pemberian insentif baik fiskal maupun nonfiskal untuk investasi yang ramah lingkungan,” paparnya.

Dalam hal ini, Kemenperin telah mengeluarkan kebijakan industri hijau sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 tahun 2015 tentang Perindustrian. Program kerja yang mendukung konservasi lingkungan ini juga dituangkan di dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.

Dia menegaskan industri manufaktur berperan penting dan memberikan dampak luas dalam mewujudkan circular economy di Indonesia. Konsep circular economy juga dinilai berkontribusi besar dalam menerapkan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan yang menjadi tujuan ke-12 pada Sustainable Development Goals (SDGs).

Presiden Direktur PT Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz mengaku senang atas komitmen pemerintah yang semakin memacu pengembangan industri manufaktur seperti sektor mamin.

“Atas nama Coca-Cola Amatil Group dan Coca-Cola Amatil Indonesia, saya ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pemerintah khususnya Kemenperin,” ujarnya dikutip dari siaran pers.

Gunduz mengatakan Coca-Cola Amatil Indonesia bertekad untuk terus berinisiatif menjalankan program ekonomi berkelanjutan. Upaya ini butuh dukungan dari pemerintah dan stakeholder lainnya.

Dia menegaskan pabrik perusahaan itu di Bali merupakan juara bertahan pabrik terbaik di Coca-Cola Amatil Indonesia dan juga pernah mendapat gelar pabrik Coca-Cola terbaik di Asia Tenggara.

Sementara itu, berdasarkan data Kemenperin, pada semester I/2018, industri minuman dalam negeri tumbuh 8,41%. Kinerja positif ini tentu memberi kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

Industri mamin nasional masih memiliki potensi pertumbuhan yang cukup baik karena didukung oleh sumber daya alam yang berlimpah dan permintaan domestik yang besar.

“Laju pertumbuhan sektor industri makanan dan minuman pada triwulan I tahun 2018 mencapai 12,70 persen dan berkontribusi hingga 35,39 persen terhadap PDB industri nonmigas,” ungkapnya.

Produk minuman ringan diproyeksi akan terus tumbuh seiring dengan kebutuhan masyarakat modern yang menginginkan produk minuman yang praktis dibawa, aman atau higienis, harganya terjangkau, dan memiliki nilai tambah.

Industri minuman ringan meliputi produsen air minuman dalam kemasan, minuman berkarbonasi, minuman teh siap saji, minuman jus dan sari buah,  minuman kopi dan susu, serta minuman isotonic (sport dan energy).

Kemenperin mencatat hingga 2016, jumlah industri minuman ringan mencapai 335 unit usaha dengan kapasitas produksi 4,7 juta ton per tahun dan menyerap tenaga kerja 48.000 orang. Adapun nilai ekspornya berada di angka US$83 juta dan nilai investasi Rp12,2 triliun.

Industri mamin di dalam negeri tidak hanya didominasi perusahaan besar, tetapi juga cukup banyak sektor industri kecil dan menengah (IKM).

Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih yang turut mendampingi Menperin mengatakan IKM makanan dan minuman mempunyai andil signifikan terhadap kemajuan ekonomi nasional.

“IKM makanan dan minuman berkontribusi 40% terhadap PDB sektor IKM secara keseluruhan dan mampu menyerap tenga kerja hingga 42,5% dari total pekerja di sektor IKM,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper