Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sindikasi Kredit untuk Freeport, BCA Enggan Kucurkan Duit Valas

Setelah bank pelat merah enggan terlibat dalam sindikasi kredit akuisisi PT Freeport Indonesia, kini giliran PT Bank Central Asia Tbk. menyatakan tidak tertarik untuk ikut dalam aksi korporasi tersebut.
Aktivitas di tambang Freeport, Papua./Bloomberg-Dadang Tri
Aktivitas di tambang Freeport, Papua./Bloomberg-Dadang Tri

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah bank pelat merah enggan terlibat dalam sindikasi kredit akuisisi PT Freeport Indonesia, kini giliran PT Bank Central Asia Tbk. menyatakan tidak tertarik untuk ikut dalam aksi korporasi tersebut.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, perseroan tidak berminat untuk bersaing dengan tawaran bunga kredit dari bank asing apalagi saat ini perseroan tengah menekan kredit dalam valuta asing.

"Ini kan [kredit] dalam dolar, kami enggak berminat kasih financing. Kalau dibutuhkan rupiah mungkin kami bisa bersaing," ujar Jahja di Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Maryono mengatakan BTN tidak akan ikut dalam sindikasi pembiayaan yang ditaksir akan memakan biaya sebesar US$3,85 miliar.

Maryono yang juga merupakan ketua Himpunan Bank Milik Negara mengatakan pembiayaan ini akan dikonsentrasikan kepada sejumlah bank swasta dan bank asing.

"Alasannya juga supaya ada uang mengalir dari negara lain sehingga bisa menambahkan devisa kita," ujarnya pekan lalu.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. menyuarakan hal yang sama soal keikutsertaan mereka dalam sindikasi.

Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan menyalurkan pembiayaan untuk divestasi saham PT Freeport Indonesia kurang menarik. Pasalnya perseroan harus bersaing dengan bank asing yang menawarkan suku bunga kredit lebih rendah.

Sementara itu Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan alasan perseroan tidak jadi ikut ke dalam sindikasi pembiayaan dengan nilai yang ditaksir sebesar US$3,85 miliar atau sekitar Rp53 triliun itu karena keterbatasan likuditas valas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper