Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Makin Kuat, Rupiah Tertekan Ke 14.442

Tekanan dolar AS terhadap mata uang di Asia turut membebani nilai tukar rupiah pada perdagangan hari kedua berturut-turut, Kamis (19/7/2018).
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA — Tekanan dolar AS terhadap mata uang di Asia turut membebani nilai tukar rupiah pada perdagangan hari kedua berturut-turut, Kamis (19/7/2018).

Rupiah pada Kamis ditutup melemah 28 poin atau 0,19% di level Rp14.442 per dolar AS, setelah dibuka dengan depresiasi tipis 1 poin atau 0,01% di level Rp14.415 per dolar AS.

Pada perdagangan Rabu (18/7), mata uang Garuda juga tertekan dengan berakhir melemah 36 poin atau 0,25% di level 14.414 per dolar AS. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak pada level Rp14.415 – Rp14.442 per dolar AS.

Rupiah melanjutkan pelemahannya pascarilis keputusan pertemuan kebijakan Bank Indonesia yang berakhir hari ini.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Juli 2018 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (7-DRRR) tetap sebesar 5,25%, suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,50%, dan suku bunga Lending Facility tetap 6,00%. Sebelumnya, BI telah menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin (bps) dalam kurang dari dua bulan.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan itu konsisten dengan upaya Bank Indonesia mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

"Kebijakan ini juga diarahkan untuk stabilitas keuangan, khususnya rupiah, serta menjaga manajamen likuditas dan intermediasi perbankan koordinasi dengan pemerintah," ujarnya dalam konferensi pers usai RDG BI.

Dalam ringkasan RDG BI, seperti dikutip Bisnis.com, nilai tukar rupiah disebut melemah terbatas akibat berlanjutnya penguatan dolar AS secara global. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan dan prospek perekonomian baik domestik maupun global, untuk memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga daya tarik pasar keuangan domestik.

"Kami rasa Bank Indonesia akan mempertahankan bias pengetatan hingga 2019, terutama ketika The Federal Reserve terus mengisyaratkan kenaikan suku bunga lanjutan di masa mendatang," tulis Tamara Mast Henderson dari Bloomberg Economics.

Bersama rupiah, mata uang lainnya di Asia juga melemah petang ini. Renminbi China mencatat pelemahan terbesar dengan depresiasi 0,87%, diikuti yuan offshore China sebesar 0,79% dan rupee India yang melemah 0,53% pada pukul 17.49 WIB.

Mata uang China memimpin pelemahan di Asia setelah bank sentral Negeri Tirai Bambu menunjukkan sedikit tanda-tanda intervensi, sedangkan pemerintah Amerika Serikat (AS) menyalahkan China untuk terjadinya kebuntuan pembicaraan perdagangan.

Dilansir Bloomberg, Direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih, Larry Kudlow, menuding Presiden China Xi Jinping memperlambat upaya pembicaraan untuk meredakan
konfrontasi perdagangan dengan AS.

Sementara itu, pergerakan indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama lanjut menguat 0,38% atau 0,363 poin ke level 95,448 pada pukul 17.39 WIB.

Sebelumnya, indeks dolar dibuka turun tipis 0,008 poin atau 0,01% di posisi 95,077, setelah berakhir menguat 0,11% atau 0,100 poin di level 95,085 pada perdagangan Rabu (18/7).

Penguatan dolar AS terus menekan sejumlah mata uang utama, didukung komentar bernada bullish dari Gubernur Federal Reserve AS Jerome Powell, yang menegaskan ekspektasi untuk setidaknya dua kenaikan suku bunga lebih lanjut tahun ini.

Dalam testimoninya di hadapan Kongres AS yang berlangsung Selasa (17/7) dan Rabu (18/7) waktu setempat, Powell mengungkapkan optimismenya bahwa AS berada di arah pertumbuhan yang stabil dan berkelanjutan. Ia juga cenderung mengecilkan dampak risiko meningkatnya konflik perdagangan terhadap ekonomi AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper