Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Suap Proyek PLTU Riau-1, KPK: Jika Bukan Minggu Ini, Saksi akan Dipanggil Minggu Depan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan pemanggilan saksi terkait dengan kasus dugaan suap terkait dengan proyek PLTU Riau-1 dengan tersangka Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah/ANTARA-Sigid Kurniawan
Juru Bicara KPK Febri Diansyah/ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan pemanggilan saksi terkait dengan kasus dugaan suap terkait dengan proyek PLTU Riau-1 dengan tersangka Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo.

Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah bahwa lembaga anti-korupsi itu akan menggali lebih jauh kasus proyek PLTU Riau-1 tersebut.

"Tentu itu perlu kita gali lebih jauh sebelum KPK melakukan pemanggilan sejumlah saksi dengan proses penyidikan ini. Jadi, kalau tidak minggu ini, secepatnya minggu depan kita akan melakukan pemanggilan saksi sesuai dengan kebutuhan penyidikan," ujar Febri Diansyah di KPK, Senin (16/7/2018).

Sebelumnya, Febri juga membenarkan proses penggeledahan di beberapa lokasi dan masih berlangsung hingga saat ini.

"Hari ini kita lakukan penggeledahan di dua lokasi, baru mulai malam ini dan tim masih berada di lokasi. Kami perlu melakukan penggeledahan ini karena ada sejumlah bukti yang kami duga berada di kantor PLN dan ruang kerja tersangka EMS tersebut, baik diteliti terkait dengan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kerja sama dan pembangunan PLTU Riau-1 atau pun bukti-bukti yang lain," paparnya.

Febri melanjutkan penggeledahan tersebut merupakan tindak lanjut dari proses penyidikan dugaan suap terkait dengan proyek PLTU di Riau-1.

"Di kantor PLN tentu kami perlu melakukan penggeledahan sebagai tindak lanjut dari proses penyidikian dugaan suap terkait dengan proyek PLTU di Riau-1. Jadi, ini masih proses penyidikan yang sama dengan yang kita umumkan dua hari yang lalu dan merupakan tindak lanjut juga dari lima lokasi kemaren," ucapnya.

Adapun, penggeledahan tersebut dilakukan terkait dengan adanya sejumlah barang bukti yang diduga oleh KPK berada di lokasi, yakni di kantor PLN dan DPR RI.

"Kami perlu melakukan penggeledahan ini karena ada sejumlah bukti yang kami duga berada di kantor PLN dan ruang kerja tersangka EMS tersebut, baik diteliti terkait dengan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kerja sama dan pembangunan PLTU Riau-1 atau pun bukti-bukti yang lain," lanjut Febri.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Minggu (15/7/2018), KPK melakukan pengeledahan di rumah Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir yang berlokasi di kawasan Benhil, Jakarta Pusat.

Adapun, saat itu penggeledahan dilakukan bukan saja di satu lokasi, terdapat empat lokasi lain yang digeledah oleh KPK hari ini.

"Setelah kemarin mengumumkan penyidikan dalam kasus dugaan suap terkait pembangunan PLTU Riau-1,
hari ini, tim KPK melakukan penggeledahan di lima lokasi," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Minggu (15/7/2018).

Adapun, empat lokasi yang digeledah KPK tersebut, yaitu:
•Rumah tersangka Eni Maulani Saragib
•Rumah tersangka Johanes Budisutrisno Kotjo
•Kantor tersangka Johanes Budisutrisno Kotjo
•Apartemen tersangka Johanes Budisutrisno Kotjo

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan kegiatan yang dilakukan KPK di rumah Sofyan Basir tidak lebih dari penggeledahan.

"Masih proses penggeledahan saja, jadi belum ada penetapan tersangka," ujar Febri Diansyah kepada Bisnis.

Dia menjelaskan penggeledahan tersebut dilakukan terkait dengan kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1.

"Benar, ada penggeledahan di rumah Dirut PLN yang dilakukan sejak pagi ini oleh tim KPK dalam penyidikan kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1," ujar Febri Diansyah ketika dikonfirmasi Bisnis.

Sehari sebelumnya, KPK telah mengamankan anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih di rumah Idrus Marham, Menteri Sosial RI, di Jakarta, Jumat (14/7/2018) serta mengamankan 13 orang dari proses OTT secara keseluruhan.

Ke-tiga belas orang tersebut diamankan secara berturut-turut sejak Jumat siang. Dari 13 orang yang diamankan, KPK menyebut lima orang di antaranya, yaitu:
•Eni Maulani Saragih, anggota Komisi VII DPR RI
•Johanes Budisutrisno Kotjo, swasta (pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.)
•Tahta Maharaya, staf dan keponakan Eni Maulani Saragih
•Audrey Ratna Justianty, sekretaris Johanes Budisutrisno Kotjo
•M. Al-Khafidz, suami Eni Maulani Saragih

Adapun, delapan orang lain yang tidak disebutkan terdiri dari supir, ajudan, staf Eni Maulani Saragih, dan pegawai PT Samantaka.

"Dalam kegiatan ini KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sejumlah Rp500 juta (dalam pecahan Rp 100 ribu), dan dokumen/tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam konferensi pers di KPK, Sabtu (15/7/2018).

Uang tersebut, lanjut Basaria, diduga merupakan bagian dari komitmen fee 2,5% dari nilai proyek yang akan diberikan kepada diberikan kepada Eni Saragih dan kawan-kawan dengan kesepakatan kerja sma pembangunan PLTU Riau-1.

"Diduga penerimaan kali ini merupakan penerimaan ke-empat dari pengusaha JBK kepada EMS, dengan nilai total setidak-tidaknya Rp 4,8 miliar," lanjut Basaria.

Adapun, empat kali penyerahan tersebut dilakukan pada:
1. Desember 2017 sebesar Rp 2 Miliar
2. Maret 2018 Rp2 Miliar,
3. 8 Juni 2018 Rp300 juta
4. 14 Juli 2018 Rp500 juta

Diduga Eni Saragih berperan untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

KPK telah meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan dua orang tersangka, yaitu Eni Saragih diduga sebagai penerima, (anggota Komisi VII DPR RI), dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd. diduga sebagai pemberi.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Eni Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, sebagai pihak yang diduga pemberi, Johanes Budisutrisno disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper