Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OSS Segera Direalisasikan, 3 Hal Bikin Sangsi Pebisnis

Dunia usaha khawatir peralihan menuju pelaksanaan Online Single Submission (OSS) membuat investor malas menanam modal di Indonesia karena Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menghentikan sementara proses perizinan usaha untuk masuk ke sistem baru itu.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani/JIBI-Felix Jody Kinarwan
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani/JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA – Dunia usaha khawatir peralihan menuju pelaksanaan Online Single Submission (OSS) membuat investor malas menanam modal di Indonesia karena Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menghentikan sementara proses perizinan usaha untuk masuk ke sistem baru itu.

Di sisi lain, muncul pula pandangan mengenai tiga hal yang mengundang keraguan akan kelancaran proses OSS.

BKPM telah mengeluarkan keterangan pers mengenai penghentian pemrosesan dan penerbitan izin usaha terhitung sejak Jumat (29/6/2018).

Dalam pernyataan tersebut, Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan pemrosesan akan kembali berjalan dalam waktu dekat. Namun, dia tidak menjelaskan berapa lama kevakuman ini akan berlangsung.

Namun, BKPM tetap membuka kantornya seperti biasa guna melayani pertanyaan pemohon izin dan investor. "Untuk menampung secara sementara, permohonan-permohonan izin sesuai arahan Menko Perekonomian," demikian keterangan pers BKPM.

Kondisi ini yang membuat dunia usaha khawatir. Alih-alih memudahkan proses perizinan dan investasi, OSS mungkin dapat membuat orang malas berinvestasi di Indonesia.

Hariyadi Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengungkapkan keheranannya dengan proses ini. Menurutnya, sosialisasi OSS sampai saat ini belum ada penjelasan yang komprehensif tapi sudah akan mengambil alih pengelolaan izin usaha.

"Terus terang, saya tidak tahu akan ke mana arahnya OSS ini," ungkapnya kepada Bisnis (1/7/2018).

Hariyadi menyayangkan segala ketidakjelasan yang disebabkan proses rilis OSS ini. Padahal, jika melihat ide konsepnya, OSS yang merupakan pengembangan dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) patut diapresiasi.

Dia memerinci tiga hal yang membuatnya sangsi implementasis OSS ini akan berjalan mulus. Pertama, terkait dengan implementasi, dia menyoroti persoalan payung hukum.

Menurut Hariyadi, tidak mungkin melaksanakan suatu kebijakan jika terjadi tumpang tindih dengan kebijakan lain. Seperti diketahui OSS berpayung hukum PP No. 24/2018, aturan ini yang melimpahkan wewenang investasi ke sistem OSS.

Terkait dengan hal itu, sebelumnya Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan pihaknya menyesalkan kesiapan pemerintah pusat dalam hal hal implementasi OSS ini.

Menurutnya, setiap langkah reformasi harus dilakukan dengan komprehensif. Payung hukum OSS yang sebatas PP tentu tidak boleh melanggar ketentuan UU.

"Memang dijanjikan ada omnibus-low, tetapi ini belum disosialisasasikan secara penuh pada daerah. Daerah masih memiliki kewenangan dalam UU 23/2014 tentang mandat untuk pemerintah daerah," ujarnya pada Minggu (1/7/2018).

Dia mengemukakan UU 23/2014 memberikan 32 urusan yang harus memiliki persetujuan daerah. Adapun sebagian besar urusan terkait perekonomian daerah menyangkut izin berusaha.

Dengan demikian, menurut Robert, OSS bukan sebatas isu administrasi, melainkan sudah memasuki isu pelimpahan pemberian kebijakan.

Hariyadi meneruskan hal kedua tantangan pelaksanaan OSS adalah psikologis atau egosektoral. Para pihak yang akan dipotong wewenangnya karena proses penyederhanaan belum tentu mau mengikuti aturan.

Dia tetap meragukan kemauan daerah untuk bekerja sama walaupun ada hukuman bagi daerah yang tidak menjalankan sistem OSS ini.

Ketiga, badan yang bertanggung jawab, terutama dia menyoroti terkait transisi dan integrasi pengelolaan izin dari BKPM ke Kemenko Perekonomian dan nantinya dikembalikan ke BKPM.

"Harusnya pemerintah siap dulu tidak bisa launching seremonial, ini belakangan, seharusnya integrasi sitemnya jalan dulu," tegasnya.

Hariyadi juga mengatakan tidak mungkin proses transisi ini dapat berjalan dalam waktu singkat. Berdasarkan pengalamannya, perlu waktu sekitar satu tahun untuk melaksanakan transisi dan integrasi sistem seperti ini secara sempurna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper