Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penyebab Turunnya Produktivitas Pertanian RI

Fenomena urbanisasi setiap tahun terus terjadi pasca Lebaran atau libur panjang di Indonesia. Perpindahan penduduk dari desa ke kota itu dinilai menjadi salah satu penyebab turunnya produktifitas pertanian di Indonesia.
Buruh tani memanen jagung manis di lahan pertanian jagung Kadireso, Teras, Boyolali, Jawa Tengah/ANTARA-Aloysius Jarot Nugroho
Buruh tani memanen jagung manis di lahan pertanian jagung Kadireso, Teras, Boyolali, Jawa Tengah/ANTARA-Aloysius Jarot Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA – Fenomena urbanisasi setiap tahun terus terjadi pasca Lebaran atau libur panjang di Indonesia.

Perpindahan penduduk dari desa ke kota itu dinilai menjadi salah satu penyebab turunnya produktifitas pertanian di Indonesia.

Kepala Penelitian Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan semakin berkurangnya jumlah petani yang memilih merantau mencari pekerjaan berbeda mempengaruhi tinggi rendahnya produksi komoditas pangan.

Bahkan kondisi ini membuat target swasembada pangan semakin tidak realistis.

Menurutnya, urbanisasi dari desa ke kota memang sulit dihindari. Hal ini terus terjadi dan jumlahnya diduga terus meningkat setiap pasca perayaan Idul Fitri.

Salah satu penyebab urbanisasi adalah keinginan untuk mencari penghidupan yang layak di kota karena pendapatan mereka sebagai petani tidak mampu mencukupi kebutuhan.

“Tantangan yang dihadapi para petani semakin banyak. Selain tingkat kesejahteraan yang rendah karena upah yang diterima juga rendah, mereka juga dihadapkan pada semakin berkurangnya luas lahan pertanian karena harus berhadapan dengan industrialisasi. Generasi muda juga tidak mau menjadi petani karena melihat para pendahulunya tidak bisa hidup sejahtera,” kata Hizkia dalam keterangannya, Rabu (20/6/2018).

Berdasarkan catatan CIPS, pada 2014 sebanyak 54,8 juta orang bekerja di sektor pertanian. Jumlah ini sama dengan 34% dari total jumlah pekerja di Indonesia. Namun 34,3 juta di antaranya tergolong miskin atau rentan.

Kondisi ini dinilai bertolak belakang dengan target pemerintah yang ingin mencapai swasembada pangan. Selain kestabilan harga pangan, kesejahteraan petani juga menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi.

“Pemerintah harus mengatasi persoalan ini dengan solusi nyata yang bisa diimplementasikan. Tidak hanya cukup dengan memperluas lahan pertanian, pemerintah harus memberikan edukasi untuk peningkatan kapasitas para petani dan juga penguasaan teknologi pertanian. Penguasaan teknologi pertanian sebaiknya juga diikuti dengan revitalisasi alat-alat pertanian,” jelas Hizkia.

Selain itu, Hizkia juga menilai pemerintah harus membenahi rantai distribusi pangan yang panjang. Panjangnya rantai distribusi membuat petani tidak bisa menikmati harga mahal komoditas yang ada di tingkat konsumen.

Penerapan HPP beberapa komoditas juga hanya menguntungkan segelintir kelompok sementara petani tidak mendapatkan keuntungan dari hasil panennya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper