Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Ingin Tekan Defisit Neraca Dagang, Menko Darmin Sebut India

Pemerintah tengah berupaya menggerus defisit neraca perdagangan RI yang menjadi salah satu penyebab instabilitas nilai tukar rupiah.
Kelapa sawit./Bloomberg-Taylor Weidman
Kelapa sawit./Bloomberg-Taylor Weidman

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tengah berupaya menggerus defisit neraca perdagangan RI yang menjadi salah satu penyebab instabilitas nilai tukar rupiah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan salah satu pekerjaan rumah setelah Lebaran 2018 yakni menstabilkan nilai tukar rupiah. Menurutnya, gejolak nilai tukar sudah lebih tenang meski belum dalam status normal.

Dia menyebut salah satu langkah yang ditempuh yakni dengan membuat neraca perdagangan RI kembali positif. Pasalnya, telah terjadi defisit pada 2 bulan hingga 3 bulan terakhir.

“Kondisi defisit ini ikut memengaruhi tekanan terhadap rupiah. Akan tetapi, koordinasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan membuat pasar kini lebih percaya,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (16/6/2018).

Darmin menjelaskan bahwa sejumlah langkah telah disiapkan untuk mengatasi defisit neraca perdagangan RI. Salah satunya dengan menghidupkan investasi bertujuan ekspor.

Sebagai contoh, sambungnya, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan permasalahan bea masuk yang tinggi untuk produk kelapa sawit kepada Perdana Menteri India Narendra Modi. Akibatnya, ekspor Indonesia ke negara itu menjadi lebih tergerus.

Selain ekspor, dia menyebut Presiden telah mengundang investor dari India terutama di bidang bahan baku obat. Hal itu sebagai solusi untuk industri farmasi di dalam negeri yang masih mengandalkan impor.

“Industri farmasi sudah berkembang akan tetapi bahan bakunya masih impir,” jelasnya.

Untuk menarik investasi di sisi hulu farmasi, lanjut Darmin, pemerintah telah memberikan insentif berupa tax holiday untuk industri petrokimia serta kimia dasar. Kebijakan itu juga bertujuan mengurangi arus bahan baku impor yang masuk.

Dia menambahkan pemberian insentif tax holiday juga diberikan untuk industri besi dan baja. Kebijakan itu mengingat masih tingginya kebutuhan impor komoditas tersebut.

“Karena impornya banyak perlu investasi di sisi hulu sehingga tidak membuat impor terlalu besar,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper