Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investasi Sektor Manufaktur Harus Dijaga

Investor di sektor manufaktur perlu dijaga agar tidak hengkang ke negara lain. Investasi dinilai menjadi satu-satunya andalan untuk tetap memacu pertumbuhan perekonomian dan membuka lapangan kerja.
Aktivitas karyawan di pabrik karoseri truk di kawasan industri Bukit Indah City, Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (13/2). /Bisnis.com-NH
Aktivitas karyawan di pabrik karoseri truk di kawasan industri Bukit Indah City, Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (13/2). /Bisnis.com-NH

Bisnis.com, JAKARTA -- Investor di sektor manufaktur perlu dijaga agar tidak hengkang ke negara lain. Investasi dinilai menjadi satu-satunya andalan untuk tetap memacu pertumbuhan perekonomian dan membuka lapangan kerja.

Eka Sastra, anggota DPR RI, mengatakan investor harus dijaga di tengah pengembangan industri 4.0 yang berbasis big data. Hal ini yang membedakan industri 4.0 dengan industri pada gelombang-gelombang sebelumnya.

“Soal revolusi industri 4.0 ini bukan soal siap atau tidak tapi bagaimana masyarakat terlibat di dalamnya”, ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (4/6/2018).

Dalam diskusi Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP) bertajuk Menjaga Kelangsungan Investasi Indonesia, pengamat ekonomi UGM Tony Prasetiantiono menyampaikan pemerintah sejauh ini sudah menyiapkan 5 sektor industri untuk dihadapkan pada revolusi industri 4.0. Sektor itu adalah makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia.

Sementara itu, selain kelima sektor tersebut akan tetap berkontribusi pada perekonomian Indonesia, baik sebagai penyumbang pendapatan negara, serta penyerap tenaga kerja.

Tony menyampaikan salah satu upaya Indonesia untuk stabilitas rupiah salah satunya adalah dengan mengandalkan ekspor dan investasi. Faktor-faktor itu saling berkaitan sebab untuk ekspor diperlukan kegiatan industri dan industri amat erat berkaitan dengan investasi.

"Pemerintah sudah bekerja keras untuk menarik investasi sebanyak mungkin," ujarnya.

Namun berkebalikan dengan hal tersebut, fakta di dalam negeri menunjukkan sejumlah investor justru merasa tidak nyaman. Alasan utamanya adalah adanya regulasi-regulasi tertentu yang berujung peningkatan biaya produksi.

Regulasi yang muncul salah satunya dilatarbelakangi oleh perlunya pemerintah meningkatkan pendapatan negara, yang kemudian diwujudkan dengan menaikkan tarif pajak, bea, cukai, dan retribusi.

Hal tersebut dipandang menyebabkan para pelaku industri dalam kondisi dilematis karena harus menahan produksi untuk menghindari peningkatan biaya. Peningkatan kapasitas produksi akan mengarahkan aktivitas usaha berbalik dari menghasilkan keuntungan menjadi pemicu kerugian karena peningkatan produksi berarti peningkatan jumlah pajak, bea, cukai, dan retribusi yang harus dibayar.

Hal ini dibenarkan oleh Tony Tanduk, Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia. “Jika Indonesia ingin mengajak pihak lain untuk berinvestasi, perlu diperhitungkan bagaimana menjaga keberlangsungan investasi itu di Indonesia," katanya.

Dia menambahkan pentingnya menghadapi persaingan investasi dengan negara-negara lainnya seperti Vietnam dan sebagainya.

“Dukungan terhadap investasi yang sudah ada di Indonesia menjadi penting, misalnya dengan membangun infrastruktur dan membuat regulasi-regulasi yang menunjang kegiatan produksi," tambahnya.

Industri bisa saja mengurangi kapasitas produksi untuk mencegah kerugian. Dalam skenario itu, negara dan pekerja akhirnya akan ikut merugi karena negara dan pekerja kehilangan potensi pendapatan.

Negara juga merugi karena lapangan kerja gagal tercipta akibat industri menahan atau bahkan memangkas produksi. Jika keadaan itu berlanjut, investor akan memilih hengkang ke negara lain yang lebih mendukung pengembangan modalnya.

Kondisi yang demikian tidak bagus untuk Indonesia yang tengah bekerja keras menarik investasi sebanyak mungkin. Calon investor bukan tidak mungkin akan menghapus Indonesia dari daftar calon lokasi penanaman modal jika ada fakta yang mengungkap bahwa banyak investor di Indonesia malah justru memindahkan usaha ke negara lain.

Dalam diskusi tersebut salah satu industri yang dibahas adalah industri tembakau. Regulasi terkait tembakau yang dianggap tidak jelas dapat menjadi penyebab utama investor di industri ini enggan mempertahankan bisnisnya di Indonesia.

Hal ini dapat memberi dampak krusial, seperti diketahui pada 2017 sektor tembakau menyumbangkan Rp149 triliun. Sektor itu juga mempekerjakan total 6,4 juta orang yang terdiri dari petani tembaku, petani cengkeh, pekerja pabrik, hingga pekerja di sektor distribusi produk tembakau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper