Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Susi: Revisi RUU Perikanan Harus Pertimbangkan Aspek Kedaulatan

Pemerintah ingin kedaulatan negara menjadi aspek yang ditekankan dalam revisi UU No 45/2009 tentang Perikanan. Perubahan ketiga UU Perikanan itu kini masuk program legislasi nasional (Prolegnas).
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti naik perahu karet untuk meninjau lokasi keramba ikan saat peresmian Keramba Jaring Apung atau offshore di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang, Babakan, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Selasa (24/4/2018)./ANTARA-Adeng Bustomi
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti naik perahu karet untuk meninjau lokasi keramba ikan saat peresmian Keramba Jaring Apung atau offshore di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang, Babakan, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Selasa (24/4/2018)./ANTARA-Adeng Bustomi

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah ingin kedaulatan negara menjadi aspek yang ditekankan dalam revisi UU No 45/2009 tentang Perikanan. Perubahan ketiga UU Perikanan itu kini masuk program legislasi nasional (Prolegnas).

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan Indonesia dalam 3 tahun terakhir telah melakukan perubahan fundamental, yakni memerangi illegal fishing, yang sebelumnya tidak berani dilakukan oleh rezim-rezim terdahulu.

Tanpa penangkapan pelaku pencurian ikan, yang diikuti dengan penenggelaman kapal, Susi memercayai illegal fishing akan sulit diberantas dan UU Perikanan sukar ditegakkan.

Dia meyakini aksi itu telah mengubah peta perikanan nasional, bahkan dunia, terutama pasar-pasar yang selama ini bergantung pada suplai seafood Asia Tenggara. Akibatnya, negara-negara importir harus melakukan penyesuaian, bahkan moratorium penangkapan ikan.

"Saya berharap 'tenggelamkan kapal' tidak direvisi karena kata itu diperlukan ketika tidak ada lagi yang mungkin kita lakukan," kata Susi dalam diskusi tentang revisi UU Perikanan, Senin (21/5/2018).

Menurut dia, kebijakan Presiden Joko Widodo melarang sama sekali investasi asing masuk ke dalam usaha perikanan tangkap, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No 44/2016, juga harus dikuatkan dalam perubahan UU.

Mengutip sensus pemerintah dan Bank Dunia, keberadaan lebih dari 7.000 kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia telah menghilangkan 800.000 atau lebih dari 50% rumah tangga nelayan Indonesia dan membuat bangkrut 115 perusahaan eksportir ikan dan udang dalam kurun 10 tahun sejak 2003.

Susi juga berharap revisi UU inisiatif DPR itu juga mengakomodasi ide menempatkan korporasi sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kejahatan perikanan. Pasalnya, UU No 45/2009 selama ini tidak cukup kuat menjerat perusahaan sebagai otak di balik tindak pidana perikanan.

Regulasi itu sekadar mendefinisikan korporasi sebagai kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, tanpa mengaitkannya dengan pelaku di lapangan. Alhasil, sanksi pidana selama ini hanya menjerat nakhoda dan awak kapal, tanpa bisa menyentuh perusahaan yang mempekerjakannya.

"Akhirnya, sindikasi transnational organized crime terus merajalela di seluruh dunia. Ini tidak boleh terjadi lagi," ujar Susi.

Selain menghukum nakhoda dan awak kapal, Susi ingin sanksi pidana juga dijatuhkan kepada korporasi atau pemilik kapal yang melakukan illegal fishing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper