Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Mentah Pulih Setelah Jatuh Akibat Kritik Trump

Harga minyak kembali naik perdagangan pada Jumat (20/4/2018), ke level yang lebih stabil setelah tergelincir akibat cuitan Presiden Amerika Serikat mengkritik kebijakan OPEC yang membuat harga minyak menjulang.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kembali naik perdagangan pada Jumat (20/4/2018), ke level yang lebih stabil setelah tergelincir akibat cuitan Presiden Amerika Serikat mengkritik kebijakan OPEC yang membuat harga minyak menjulang.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) pada penutupan perdagangan Jumat (20/4/2018) kembali menguat 0,07 poin atau 0,10% menjadi US$68,4 per barel untuk kontrak teraktif Juni 2018.

Sementara itu pada waktu yang sama, harga minyak mentah Brent berjangka naik 0,28 poin atau 0,38% menjadi US$74,06 per barel.

Sebelumnya, pada Jumat lalu Trump memberikan cuitan, “sepertinya OPEC melakukannya lagi…”

“Dengan rekor minyak yang tersebar si berbagai tempat, termasuk kapal bermuatan penuh di laut, harga minyak saat ini terlalu tinggi dan rasanya dibuat-buat! Tidak dapat diterima!” lanjut Trump.

Sejak 2017, organisasi Negara pengekspor minyak (OPEC) dan sekutunya telah berusaha mengurangi pasokan dengan harapan dapat mengurangi pasokan minyak global.

“Harga minyak menetap di level tinggi walaupun setelah komentar Trump,” kata kepala analis teknilkal United-ICAP Walter Zimmerman.

“Harga minyak kelihatannya masih akan mengalami kenaikan sedikit lagi,” lanjut Zimmerman.

Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo mengatakan bahwa organisasi tersebut tidak punya obyektif harga, namun kenaikan tersebut telah mengembalikan stabilitas pasar.

Pada pekan lalu, Brent dan WTI diketahui menyentuh level tertinggi sejak November 2014, masing-masing berada pada posisi US$74,75 dan US$69,56 per barel.

Hal itu terdorong oleh risiko geopolitik dan pengetatan pasar. Kemudian, pada pekan ini kedua benchmark tersebut masih mengalami kenaikan 1%.

“Satu hal yang bias Trump lakukan adalah menguras cadangan minyak strategis (SPR). Namun, untuk saat ini saya belum melihat ada indikasi bahwa administrasi akan melakukan hal tersebut,” ujar Bob Yawger, direktur energy berjangka di Mizuho di New York.

Menurut Yawger, apabila Trump ingin mendiskusikan kemungkinan melakukan SPR, aka nada kemungkinan untuk menekan harga minyak.

“Kami kesulitan memahami bagaimana OPEC bisa goyah terkait dengan pengubahan kebijakan,” kata Michael Tran, strategis komoditas RBC Capital Market.

Menurut Tran, saat ini justru Trump menjadi salah satu faktor bullish harga minyak.

“Salah satu faktor pendukung reli harga minyak adalah persepsi pasar yang mengambil sikap hawkish pada kebijakan luar negeri,” ujar Tran.

AS memiliki waktu hingga 12 Mei untuk memutuskan akan melanjutkan kesepakatan peluncuran nuklir ke Iran, yang kemungkinan bisa semakin mengetatkan pasokan global.

Berdasarkan informasi dari perusahaan energi General Electric’s Baker Hughes, penambang AS menambahkan unit rig dalam tiga minggu berturut-turut hingga pekan 20 April dengan total menjadi 820 unit, jumlah tertinggi sejak Maret 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper